![]() |
Misteri Keberadaan Surat Penghentian Kasus Korupsi |
Misteri Keberadaan Surat Penghentian Kasus Korupsi - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) resmi menghentikan penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi penerimaan uang sewa lahan negara yang menjerat seorang pengusaha ternama keturunan Tionghoa di Sulsel, Soedirjo Aliman alias Jentang sebagai tersangka terhitung sejak, Rabu 29 Januari 2020.
"Kasusnya dihentikan Rabu 29 Januari 2020," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Idil, Kamis, 6 Februari 2020.
Pertimbangannya, kata dia, karena perkara yang menjerat Jentang bukan merupakan tindak pidana korupsi dan hal itu terlihat dari vonis bebas tiga terdakwa lainnya yakni Rusdin, Jayanti dan M Sabri sebelumnya.
Baca juga : Kemenkes Ungkap Alasan Pemulangan WNI
Tak hanya itu, pertimbangan lainnya, lanjut Idil, karena adanya putusan perkara perdata tentang keabsahan kegiatan perjanjian sewa menyewa lahan negara yang diajukan oleh Rusdin dan Jayanti selaku penggarap melawan PT Pembangunan Perumahan (PP) Tbk selaku penyewa lahan.
Para penggarap yang bertindak sebagai penggugat memenangkan perkara perdata dan menyatakan perjanjian sewa menyewa atas lahan sah demi hukum dan mengikat tergugat untuk membayarkan uang sewa penggunaan lahan sebesar Rp500 juta selama setahun.
"Bebasnya tiga terdakwa lainnya serta adanya putusan perdata yang dimaksud juga menjadi pertimbangan penghentian penyidikan kasus Jentang," jelas Idil.
Meski demikian, dokumen penetapan penghentian penyidikan kasus dugaan korupsi penerimaan uang sewa atas lahan negara yang menjerat Jentang tersebut, hingga saat ini masih dianggap misteri.
Pegiat lembaga Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi), Angga mengatakan hingga saat ini pihaknya belum mendapatkan salinan dokumen penghentian penyidikan kasus korupsi yang menjerat Jentang tersebut.
Sementara, surat perihal permintaan salinan dokumen penghentian penyidikan kasus Jentang itu, telah dimasukkan ke Kantor Kejati Sulsel secara resmi sejak Kamis, 6 Februari 2020.
"Sampai sekarang surat kami tidak dijawab oleh Kejati Sulsel padahal dokumen SP3 kan bukan termasuk dokumen rahasia (dikecualikan) sebagaimana disebutkan pada pasal 14 UU KIP (Keterbukaan Informasi Publik) Nomor 14/2008," terang Angga via telepon, Rabu (19/2/2020).
Ia mengaku heran dengan sikap Kejati Sulsel yang tidak menanggapi surat resmi permintaan salinan dokumen penghentian kasus Jentang yang dilayangkan lembaganya tersebut.
"Kita rencana akan gugat di KIP. Teman-teman saat ini sementara mengumpulkan sejumlah data pendukung dulu," tutur Angga.
Terpisah, penasihat hukum tersangka, Soedirjo Aliman alias Jentang, Zam Zam mengaku sangat mengapresiasi sikap penyidik Kejati Sulsel yang telah menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi yang menjerat kliennya.
"Penyidik dalam hal ini Kejaksaan Tinggi, dengan mengeluarkan SP3 itu sudah tepat dan berdasarkan hukum," ucap Zam Zam.
Dengan keluarnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP.3) oleh Kejati Sulsel, kata dia, diartikan bahwa tuduhan selama ini kepada kliennya, yakni sebagai pelaku tindak pidana korupsi, ternyata tidak cukup bukti dan dengan sendirinya nama baik kliennya telah dipulihkan.
"Ada dokumen SP3 nya kasus dugaan korupsi lahan negara yang timpa klien saya. Ini kita sudah terima," jelas Zam Zam.
Direktur Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi), Kadir Wokanubun mengatakan segala pertimbangan yang menjadi dasar keputusan Kejati Sulsel dalam menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi yang menjerat Jentang sebagai tersangka, adalah hal yang keliru dan tak patuh terhadap putusan pengadilan.
Dimana Pengadilan Negeri Makassar telah memutuskan gugatan praperadilan yang sebelumnya telah diajukan Jentang karena menganggap penetapan tersangka oleh Kejati Sulsel terhadap dirinya tidak sah demi hukum.
Perkara praperadilan tersebut terdaftar di Pengadilan Negeri Makassar dengan nomor perkara 29/Pid.Pra/2017/PN Mks dimana Jentang disebut sebagai pemohon praperadilan dan Kejati Sulsel sebagai pihak termohon praperadilan.
Dalam putusannya, hakim tunggal perkara praperadilan tersebut, Harto Pancono menyatakan menolak permohonan praperadilan oleh pemohon (Jentang) untuk seluruhnya dan menyatakan penetapan tersangkanya oleh termohon praperadilan (Kejati Sulsel) adalah sah menurut hukum dan sudah sesuai dengan peraturan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Tidak hanya itu, Hakim Harto Pancono juga menetapkan bahwa alat bukti permulaan yang dimiliki termohon dalam menetapkan pemohon sebagai tersangka dinyatakan cukup dan sah menurut hukum.
"Seharusnya Kejati patuh pada putusan praperadilan ini. Semua rangkaian penyidikan, pemenuhan alat bukti hingga penetapan tersangka telah diuji di praperadilan dan dinyatakan sah bahkan diperintahkan agar penyidikannya dilanjutkan," ungkap Kadir.
Ia menduga kuat bahwa penghentian penyidikan kasus Jentang karena adanya intervensi kuat dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Ini aneh karena Kejati yang menentukan terbukti tidaknya perbuatan korupsi tersangka Jentang. Padahal pengujian materi pokok perkara kewenangan pengadilan. Kekuatan pembuktian kasus Jentang telah dikuatkan putusan praperadilan jadi jangan ngawurlah," tegas Kadir.
Ia juga menyayangkan sikap Kejati dalam merespon putusan bebas tiga terdakwa lainnya dalam kasus korupsi penerimaan uang sewa lahan negara. Dimana Kejati seakan menyerah dan tak ada upaya perlawanan terhadap putusan bebas ketiga rekan Jentang itu.
"Seharusnya Kejati eksaminasi putusan atau mempelajari lebih dalam putusan bebas tiga terdakwa sebelumnya. Misalnya adanya fakta-fakta persidangan sebelumnya yang dianggap mengandung perbuatan pidana diantaranya misalnya keterangan saksi yang diduga tidak benar," terang Kadir.
Ia mengungkapkan dalam persidangan awal kasus dugaan korupsi penerimaan uang sewa lahan negara yang mendudukkan Rusdin, Jayanti dan M Sabri sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Tipikor Makassar saat itu, terungkap sejumlah fakta hukum.
Dimana Rusdin dan Jayanti memperoleh hak garapan atas lahan yang menurut data BPN masih tercatat sebagai laut itu karena keduanya dianggap sebagai orang yang selama ini melakukan kegiatan budidaya rumput laut diatas lahan laut yang dimaksud.
Rusdin mendapatkan hak garapan atas lahan yang dimaksud dengan dikuatkan bukti surat keterangan garapan dari Lurah Buloa, Ambo Tuwo Rahman dengan nomor registrasi 31/BL/IX/2003 kemudian juga diketahui oleh Camat Tallo, AU Gippyng Lantara dan tercatat di Kecamatan Tallo dengan nomor registrasi 88/07/IX/2003.
Demikian juga dengan Jayanti. Ia memperoleh hak garapan dari Lurah Buloa, Ambo Tuwo Rahman dengan bukti surat keterangan garapan bernomor registrasi 30/BL/IX/2003 dan juga tercatat di Kecamatan Tallo dengan nomor registrasi 87/07/IX/2003 dengan luas 39.9 meter persegi. Dimana saat itu Camat Tallo masih dijabat oleh AU. Gippyng Lantara.
"Keduanya selama ini, dianggap sebagai petani rumput laut di lokasi yang dimaksud sehingga berhak mendapatkan hak garapan," kata Kadir.
Sementara kenyataan yang ada, lokasi laut Buloa sejak dahulu hingga saat ini tidak pernah tercatat ada aktifitas budidaya rumput laut oleh masyarakat pesisir setempat karena memang kondisi alam lautnya yang sangat tidak mendukung.
Selain dipenuhi hutan bakau, dari keterangan beberapa masyarakat setempat, mereka hanya mencari kerang-kerang, ikan serta kepiting bakau.
"Selama lokasi disana direklamasi oleh Jentang cs, masyarakat sudah banyak yang beralih jadi tukang batu dan tidak lagi melaut sebagai mata pencaharian utama," ungkap Kadir.
Kejati Sulsel, kata Kadir, harusnya mendalami sejauh mana pemenuhan syarat-syarat administrasi oleh Rusdin dan Jayanti dalam memperoleh hak garapan dari Lurah Buloa dan diketahui oleh Camat Tallo saat itu.
"Berbicara mengenai perolehan hak, itu tentu ada syarat-syarat administrasi yang harus dipenuhi. Pertama apakah betul keduanya selama ini berdomisili di sekitar lokasi atau benarkah keduanya selama ini melakukan aktifitas sebagai petani rumput laut di lokasi tersebut. Ini bisa jadi pintu masuk Kejati ungkap kasus ini secara utuh," kata Kadir.
"Kejati juga bisa menggandeng ahli kelautan untuk mencari kejelasan apa betul lokasi laut Buloa dapat dimanfaatkan budidaya rumput laut? Jawaban ahli ini nantinya bisa membuat terang apakah ada unsur pidana dalam proses perolehan hak terkait syarat-syarat ketentuan administrasi dalam perspektif hukum agraria," tutur Kadir.
Apalagi, lanjut Kadir, Kejati pernah mengungkap ke media jika pihaknya menemukan bukti baru terkait status kawasan laut Buloa.
Dimana kawasan laut Buloa hingga saat ini masih berstatus dalam penguasaan Kementarian Perhubungan dan Kelautan sebagaimana tertuang dalam bentuk Surat Keputusan (SK) Kementerian Perhubungan dan Kelautan.
Penguasaan kawasan laut Buloa tersebut kemudian dialihkan pengelolaannya kepada PT. Pelindo yang juga merupakan perusahan milik pemerintah sebagaimana tertuang dalam SK yang dimaksud.
"Ini kan bukti kuat lagi jika betul kawasan laut Buloa masih dalam penguasaan negara. Pertanyaannya kemudian, apa dasar Lurah Buloa berani merestui peralihan hak atas bidang laut di kawasan Buloa tanpa mengantongi izin Kementerian yang bertindak selaku pihak yang menguasai kawasan laut Buloa tersebut,
0 Komentar